Liturgi Gereja Mula-Mula
I. Pendahuluan
Pada dasarnya liturgi
dipengaruhi oleh posisi kepemimpinan ketika liturgi itu berada, sebagaimana
liturgi mula mula harus lah berbicara bagaimana proses kepemimpinan dan
keberadaan kepemimpinan pada saat abad mula mula, dan jika berbicara posisi kepemimpinan gereja pada mulanya hal ini bisa dilihat pusatnya pada jabatan
rasul. Yesus mempersiapkan
para rasul untuk menjalankan missi-Nya di dunia ini. Para rasul kemudian menjadi pemimpin dan gembala gereja dari
hasil penginjilan mereka. Dalam
perkembangan selanjutnya, para rasul itu tidak bekerja sendiri. Sebab, sejalan dengan pertumbuhan jemaat-jemaat Kristen, bertumbuh juga bermacam-macam jabatan dalam gereja, seperti nabi, evangelis, pengajar, diakon, penatua dan penilik
atau uskup. Semua mereka berfungsi sebagai
pemimpin dan pelayan, yang tidak
bertindak sendiri-sendiri, melainkan dalam kebersamaan. Setelah zaman rasuli, yakni mulai abad ke dua
Masehi sampai sekarang, bentuk pemerintahan gereja mengalami perkembangan sejalan dengan perubahan-perubahan sistem kepemimpinan dalam gereja. Beberapa bentuk pemerintahan gereja yang dikenal sampai sekarang, yakni mulai dari bentuk Episkopal, Papal, Presbyterial, Congregational dan Synodal
Selain itu berbicara liturgi mula mula dapat dilihat
bagaimana proses setelah kenaikan Yesus ke Surga, Ia memberikan suatu perintah
kepada para muridNya “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).
Sejarah Gereja dimulai dengan didirikannya jemaat-
jemaat yang pertama, yaitu sekitar tahun 30 hingga tahun 590. [1]
Dalam periode ini Gereja mulai timbul dan berkembang. Jemaat yang berada dalam
priode ini termasuk ke dalam kelompok Jemaat mula-mula yang kemudian dibahas
oleh penulis. Namun untuk lebih jelas membahas tentang Liturgi gereja mula mula
maka penulis membuat sistematika penulisan berikut ini.
I. Pendahuluan
II. Etimologi
2.1. Liturgi
2.2. Gereja
III.
Peranan Gereja
3.1 Pada Abad Mula-mula
3.2. Pada masa Kini
IV. Bentuk Liturgi Gereja Mula-Mula
4.1.
Posisi Kepemimpinan gereja Mula mula
4.2.
Liturgi Gereja Mula Mula
V.
Kesimpulan
II. Etimologi
2.1.
Liturgi
Berbicara
tentang liturgi, pada awalnya harus lah
pertama sekali membahas dari dasar istilahnya, istilah yang sering digunakan untuk ibadah adalah Liturgi yang berasal
dari bahasa Yunani yaitu leitourgoi
yang terdiri dari dua kata yakni laos
(bangsa, umat, rakyat) dan ergon
(karya, pelayanan, tugas dan perbuatan). Kata leitourgia berarti melakukan
suatu pekerjaan rakyat atau karya rakyat.[2]
Dalam kebudayaan Yunani kuno, liturgi adalah
suatu pelayanan yang dilakukan oleh rakyat kepada bangsanya yang dilakukan
secara bakti atau dibaktikan. Namun sejak abad ke-4 sM, istilah liturgi
mendapat arti teologis/kultis yang berati ibadah atau pelayanan. Jadi ibadah
kepada Allah tidak hanya lewat nyanyian, pujian secara verbal, tetapi beribadah
kepadaNya melalui pelayanan hidup kepadaNya.[3]
Biasanya istilah liturgia ini
dipergunakan dalam pekerjaan umum.
Pengertian liturgia di Atena, ada yang menyangkut kepada
beberapa tugas:
- Mengawasi pertandingan atletik yang disebut gumnasiarxia (γυμνασιαρχια)
- Mendririkan mezbah atau altar umum yang disebut Xoregia (χορηγια) yang digunakan umum menyampaikan kurban-kurban dari luar dan dalam kota.
- Mengurus perbekalan tiap-tiap kota yang disebut estiasis (εστιασις)
- Sebagai pemimpin utusan dari kotamadya yang disebut arxiateoria (αρχιαθεωρια)
- Dalam keagamaan membawa kurban kepada dewa-dewa yang disebut dengan Leiturgeo atau leiturgia.
Dalam Alkitab kata leiturgia dipergunakan ada sekitar 100
kali, misalnya: Kel 28:15. Aron berbakti pada Allah, sebagai tugas keimaman untuk melayani
Allah. Kel
28-39: Liturgi dalam kebaktian kudus.
Dalam
pemakaian liturgi untuk orang kafir, terdapat pada Hes
44:12 yang diartikan dengan berhikmah melayani (Marhalado) dari kata Hal-
berjaga. Dari segi teologi Liturgi adalah mengumpulkan persekutuan umat Tuhan
berjumpa dengan Tuhan yang di percayainya. Dimana Allah yang dipercayainya
hadir dalam kebaktian tersebut yang disebut dengan kebaktian Imanen. Allah yang
dipercayai bersekutu dengan umat yag beribadah yang disebut secara transparan
(Rom 8:30-31, Titus 3:6-7). Bentuk liturgi dalam Alkitab
dalampekerjaan orang lewi yang berbakti untuk pekerjaan Allah, berbakti dengan
hikmat dan teratur untuk persembahan pada Allah Kel 28:35. orang lewi yang
melayani Allah dengan memakai baju Efod terutama dalam kebaktian berbakti pada
Allah. Istilah liturgi itu
dapat kita temukan dalam kitab :Kel 28-29, Bilangan, Tawarikh 1 dan 2, Hes
40-46. Dalam
bentuk kata benda disebut dengan Ministry-melayani berhikmat dalam pelayanan kultus atau kebaktian.
Kata-kata itu selalu berulang-ulang dalam pelayanan
jemaat. Dalam pengistilahan ditengah-tengah orang Yahudi dengan memakai kata
Ebed yang berasal dari kata Abodah. Ada kita dapati 40
kali dalam kultus pelayanan Yahweh dalam tugas keimamam yang disebut dengan
Ekeikal Liturgi yang bertugas dalam Mezbah, melayani secara umum sehingga
abodah yangdilakukan perseorangan yang dapat dilakukan kaum Awam, bukan hanya
imam. Pelayanan kepada Yahweh secara hikmah juga kepada dewa-dewa. Kata Ebed Yahweh
atau abodah membuat Istilah tugas untuk
umum, membawakan kepada Allah.
Selain
itu ada beberapa defenisi tentang ibadah atau
liturgi menurut beberapa teolog Kristen:[4]
Menurut Prof. Paul W. Hoon bahwa ibadah itu
terikat secara langsung pada peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. Setiap
peristiwa dalam ibadah terikat secara langsung pada waktu dan sejarah sambil
menjembatani mereka dan membawa mereka ke dalam kehidupan masa kini. Inti
ibadah adalah Allah sedang bertindak untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan
membawa manusia mengambil bagian dalam kehidupan itu. Jadi semua gerak hidup
Kristen adalah bagian dari ibadah. Ibadah Kristen adalah “penyataan dan
“tanggapan”. Di tengah keduanya adalah Yesus Kristus yang menyingkapkan Allah
kepada kita dan melalui siapa kita membuat tanggapan kita. Ibadah menjadi suatu
hubungan timbal-balik: Allah mengambil inisyatif dalam mencari manusia melalui
Yesus Kristus dan manusia menjawabnya melalui Yesus Kristus dengan menggunakan
emosi, kata-kata dan bermacam-macam perbuatan atau tindakan.
Menurut Peter Brunner seorang teolog Lutheran
bahwa ibadah adalah pelayanan Allah kepada manusia dan pelayanan manusia di
kepada Allah. Dalam hal ini Allah-lah yang berinisyatif dalam keduanya,
pemberian Allah mengundang penyembahan manusia kepada Allah. Pemberian diri
Allah terjadi dalam peristiwa-peristiwa sejarah dan dalam realitas-realitas
masa kini. Jadi tidak ada yang terjadi dalam ibadah kecuali bahwa Tuhan kita
yang pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui firmanNya yang kudus
dan bahwa kita, pada gilirannya, berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian
pujian sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus.
Menurut Prof. Jean-Jacques von Allmen bahwa
ibadah adalah epifani (penampakan diri) gereja yang karena menyimpulkan sejarah
keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi
sadar akan dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya esensial.
Gereja mendapatkan identitas dirinya dalam ibadah karena hakikatnya yang riil
dijadikan nyata dan gereja dituntun untuk mengakui keberadaannya sendiri yang
sebenarnya. Ibadah menjadi suatu pertanda adanya penghakiman dan pengharapan
yang semuanya terletak di tangan Allah. Jadi ibadah mengandung tiga dimensi: rekapitulasi
(pengulangan), epifani (penampakan diri) dan penghakiman.
Evelyn Underhill mengatakan bahwa ibadah dalam
semua derajat dan jenisnya adalah tanggapan dari ciptaan kepada Yang Abadi.
Upacara melalui mana semua ibadah diekspresikan muncul sebagai suatu emosi
keagamaan yang khas. Ibadah dikarakteristikkan oleh konsep dari orang yang
beribadah itu tentang Allah dan hubungannya dengan Allah. Ibadah Kristen adalah
khas oleh keberadaannya yang selalu dikondisikan oleh kepercayaan Kristen dan
khususnya kepercayaan tentang hakikat dan tindakan Allah. Ibadah Kristen
merupakan “tindakan supernatural, kehidupan supernatural yang melibatkan
tanggapan khas terhadap penyataan yang khas.” Ibadah Kristen mempunyai ciri
khas yang konkret karena dia ada hanya melalui gerakan dari Allah yang kekal
itu ke arah ciptaanNya, bahwa perangsang diberikan kepada ibadah manusia yang
terdalam dan daya tarik dibuat untuk kasih pengorbanannya. Doa dan perbuatan
adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mejawab sapaan firman Allah.
George Florovsky mengatakan bahwa ibadah
Kristen merupakan jawaban mansuia terhadap panggilan ilahi terhadap
tindakan-tindakan yang penuh kuasa Allah yang berpuncak dalam tindakan
pendamaian dalam Kristus. Keberadaan Kristen adalah secara esensial bersifat
persekutuan, menjadi orang Kristen berarti masuk dalam komunitas di dalam
gereja. Dalam komunitas ini Allah aktif dalam ibadah sama seperti mereka yang
beribadah itu sendiri. Ibadah Kristen utamanya dan secara esensial adalah
kegiatan puji-pujian dan penyembahan yang juga mengimplikasikan pengakuan penuh
syukur atas kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan kasihNya yang menebus
manusia.
Menurut Nikos A. Nissiotis bahwa ibadah
pertama-tama bukanlah inisyatif manusia melainkan tindakan perdamaian Allah
dalam Kristus melalui RohNya. Oleh kekuatan Roh Kudus gereja sebagai tubuh
Kristus dapat menawarkan ibadah yang mempunyai suka cita, sebagai tindakan dari
Allah dan yang ditujukan kepada Allah sendiri.
Menurut Irenius bahwa kemuliaan Allah adalah
kehidupan manusia yang penuh. Tidak ada sesuatu pun yang memuliakan Allah
selain dari seorang manusia yang dijadikan kudus, tidak ada sesuatu pun yang
mungkin membuat seseorang menjadi kudus selain dari keinginan untuk memuliakan
Allah. Kemuliaan Allah dan pengudusan manusia keduanya memberikan karakterisasi
pada ibadah Kristen. Dari beberapa defenisi di atas dapat dikatakan
bahwa ibadah adalah tindakan Allah sendiri, Allah-lah yang mengambil inisyatif
pertama kemudian manusia menyambutnya atau merespons tindakan Allah tersebut
melalui upacara atau perayaan baik secara personal maupun secara komunal.
2.2.
Gereja
Kata Gereja berasal dari kara Portugis igreya,
yang sama maknanya dengan kata kriyake yang berarti yang menjadi milik
Tuhan.[5] Yang dimaksud dengan milik Tuhan adalah
orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai juru selamatnya. Jadi,
dapat dikatakan bahwa Gereja merupakan persekutuan dari orang yang beriman.
Kata kriyake sebagai sebutan untuk
persekutuan dari orang yang menjadi milik Tuhan. Istilah ini belum terdapat di
dalam Perjanjian Baru. Istilah ini baru dipakai pada zaman sesudah para
rasul, yaitu sebagai sebutan bagi Gereja
dalam segala peraturannya. Di dalam Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk
menyebutkan persekutuan dari orang-orang yang beriman adalah ekklesia,
yang berarti rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang
dipanggil dan dikumpulkan.
Istilah umat Allah sendiri sudah ada sebelumnya di
dalam Perjanjian Lama. Dalam Ulangan 7:6 disebutkan bahwa Israel adalah umat
kudus bagi TUHAN. Umat Allah yang kudus ini di PL disebut sebagai Jemaah TUHAN
(Qahal Yahweh yang di dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan ekklesia).
Di dalam PL ditekankan bahwa Allah sendiri yang telah memanggil Israel untuk
menjadi umatNya (Yes 41:9).
Gereja sendiri bukan merupakan suatu organisasi
orang-orang yang mau mendirikan suatu perkumpulan untuk suatu tujuan tertentu,
melainkan orang-orang tersebut telah dipanggil untuk bersatu dan berkumpul oleh
Allah sendiri.[6]
III. Peranan Gereja
3.1
Pada Abad Mula-mula
Gereja
yang ada sekarang merupakan warisan dari gereja yang pertama yang didirikan
oleh para rasul dan bapa-bapa gereja. Warisan dari gereja mula-mula yang khas
adalah keterlibatannya dalam kehidupan sosial. Pola hidup gereja mula-mula
mencerminkan sikap gereja Kristus yang tanggap bukan hanya dalam urusan dogma
atau ajaran, namun juga sikap atau respon terhadap masalah sosial yang
dihadapi.
Rumusan pemikiran-pemikiran mengenai
sikap gereja mula-mula terhadap masalah sosial akan diuraikan dibawah ini.
1. Gereja
Sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Dan Jasmani.
Seorang Kristen di Roma yang bernama Hermas
(sekitar 150 SM) menuliskan pemahamannya mengenai hakikat gereja sebagai
persekutuan orang percaya dari dua sisi. Di satu sisi, gereja berusaha
menguatkan iman jemaat agar tidak goyah dan tetap bertahan. Gereja mengajarkan
agar jemaat tidak hanya berfokus pada tuntutan-tuntutan jasmani, melainkan
kepada hal-hal yang kekal dan akan diperoleh pada masa yang akan datang. Disisi
lain, gereja tidak bisa hanya berfokus pada dogma atau ajaran tersebut. Gereja
juga harus melihat realitas sosial disekitarnya. Tugas gereja adalah untuk
memiliki jiwa-jiwa orang yang sengsara, mengunjungi para janda serta anak yatim
piatu.
Gereja merupakan sarana dalam menyuarakan
kepada jemaat agar mempergunakan segala kekayaan demi pelayanan dan pewujudan
kerajaan Allah. Untuk tujuan itulah sebenarnya Tuhan membuat seseorang kaya.
Gereja tidak boleh menyelewengkan atau menyentuh milik orang lain. Pekerjaan
pelayanan harus didasarkan pada kerelaan karena anugerah yang telah diberikan
oleh Allah.
Gereja adalah alat untuk menopang
orang-orang kaya namun miskin dalam berhubungan dengan Tuhan. Kekayaannya telah
membuat lupa akan banyak hal yang mendasari kehidupannya, yaitu hidup beribadah
dan berdoa, karena perhatiannya terarah kepada kekayaannya.
Gereja (jemaat yang berlatarbelakang
miskin) dapat menopang kehidupan orang kaya yang miskin spritual dengan
mendoakannya dengan sungguh-sungguh. Karena kuasa doa yang sangat besar ini
akan mendorong si kaya untuk membantu si miskin tanpa ragu-ragu. Setiap kali
orang kaya memberikan hartanya kepada yang miskin, si miskin selalu bersyukur
kepada Tuhan dan mendoakan orang kaya itu, dengan demikian orang kaya akan
terus menerus bersemangat dan menaruh minat kepada si miskin sehingga kebutuhan
si miskin terus menerus disediakan. Dalam hal inilah kedua belah pihak saling
melengkapi. Si miskin menjalankan doa syafaat sebagai perkerjaan yang merupakan
kekayaanya yang diterima dari Tuhan. Begitu pula si kaya memberikan kepada si
miskin kekayaan yang diterima dari Tuhan.
2. Sikap
Gereja Mengenai Orang Kaya dan Kekayaan
Pada hakikatnya gereja mula-mula
tidak memandang negatif orang kaya dan kekayaan. Kekayaan berfaedah bagi
manusia dan disedikan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Yang menjadi
permasalahan adalah banyak orang yang menyala gunakan harta kekayaan. Sering
kali kekayaan digunakan untuk maksud yang jahat dan merugikan orang lain. Oleh
karena itu jemaat harus meninggalkan harta milik yang membahayakan, tetapi
bukan harta yang dapat digunakan untuk melayani.
Clemens menguraikan beberapa
pokok pikiran mengenai orang kaya dan kekayaan, yaitu:
a. Orang
kaya yang diselamatkan adalah yang mampu menempatkan kekayaannya demi pelayanan
kepada orang yang kekurangan. Orang kaya yang selamat itu adalah yang menangani
kekayaannya dengan bijaksana, sederhana dan bermanfaat, kemudian membuang apa
yang merugikan. Orang yang benar-benar kaya adalah orang yang kaya dalam
kebajikan. Yesus tidak pernah meniadakan kemungkinan bagi orang kaya untuk
masuk dalam kerajaan karena kekayaannya. Yang ditekankan adalah kesediaan dan
kesanggupan untuk menempuh kehidupan yang taat kepada perintah-perintah Allah
(bnd. Matius 19:16-26).
b. Gereja
harus melawan kecintaan yang berlebihan akan perhiasan dan barang emas.
Perhiasan yang suci adalah Firman Allah yang disebut oleh Alkitab sebagai
sebutir mutiara (bnd. Mat. 13:45). Firman Allah yang memiliki otoritas (kuasa)
menciptakan segala sesuatu diberikan kepada semua orang agar menjadi milik
semua orang. Bukan diberikan agar orang kaya memperoleh bagian yang paling
besar. Sangat mengerikan jika seorang hidup dalam kemewahan sementara bayak
orang yang hidup dalam kekurangan. Lebih mulia menghabiskan uang bagi manusia
dari pada untuk membeli perhiasan-perhiasan emas. Lebih berguna mendapatkan
banyak sahabat sebagai perhiasan dari pada barang-barang yang mati.
c. Hanya
orang-orang yang memiliki apa yang paling bernilai yang sungguh-sungguh kaya.
Apa yang paling bernilai itu bukan dalam bentuk emas, permata atau kecantikan
seseorang, melainkan “kebajikan”, yaitu Firman Allah yang diberikan untuk
dipraktekkan. Firman itulah kekayaan yang tidak ternilai harganya. Sebagaimana
yang disaksikan oleh pengamsal dalam Amsal 8:10-11 “Terimalah didikanku,
lebih dari pada perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan. Karena
hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak
dapat menyamainya.
Cyrillus dari Yerusalem juga
melihat kekayaan sebagai hal yang positif. Harta, emas juga perak bukanlah
seperti yang dinilai oleh orang, berasal dari iblis. Jadi cukuplah memakai
kekayaan itu dengan baik. Jangan ada kesalahan yang didapati pada pemakaian
uang. Seseroang memang dapat dibenarkan dari uang ‘pada waktu Aku lapar kau
memberi Aku makan ( Mat 25:35), makanan
itu sudah tentu dibeli dengan uang. ‘pada waktu Aku telanjang, kamu memberikan
Aku pakaian ( Mat 25:36)’ itu juga dibeli dengan uang.
Perlu juga diketahui bahwa uang
dapat menjadi sebuah pintu masuk ke dalam surga. Yesus menyarankan “juallah segala milikmu dan
berikanlah itu kepada orang miskin, maka kau akan beroleh harta disurga”. Hal
ini ditegaskan agar manusia jangan menjadi budak uang, juga tidak memberlakukan uang sebagai musuh,
sebab apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita, adalah untuk dipakai.
3. Jangan
Menyesali Kemiskinan, Namun Menyesallah Karena Telah Berdosa
Chrysostomus (354-407)
merumuskan ajarannya mengenai relitas hidup agar jemaat memiliki pemahaman yang
jelas mengenai makna kehidupan orang Kristen. Ia mendidik jemaatnya supaya belajar mengamalkan
Iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari, mengajak penduduk agar bertobat dan
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk sisa kekafiran.
Dia tidak menolak kekayaan, yang
menjadi sasaran adalah orang-orang yang memakai kekayaan secara jahat. Bukan
perangai orang kaya yang diserang melainkan perangai orang yang tamak. Disini
terdapat perbedaan yang jelas dengan tidak mencampurbaurkan dua hal yang jelas
berbeda yakni seorang yang kaya dan yang miskin. Orang yang memiliki kekayaan
hendaknya menikmatinya, jangan merampas milik orang lain. Orang kaya adalah
anak-anak Tuhan dan yang miskin juga adalah anak-anak Tuhan.
Janganlah menangis sebab kemiskinan
merupakan ibu dari kesehatan, sebaliknya muliakanlah kemiskinan itu karena
bukanlah memiliki uang melainkan ketidakinginan untuk memilikinya. Itulah
kemewahan yang benar. Bila kita mencapai taraf itu, kita akan lebih kaya
daripada semua orang kaya, sekaligus mendapatkan hal-hal yang baik yang akan
datang. Janganlah pendam kekayaan yang kebanyakan akan menghianati orang yang
meramahi kekayaan itu, tetapi serahkanlah kepada tangan orang miskin karena
kekayaan adalah binatang buas. Ia yang membagi-bagikan dan memberikannya kepada
orang miskin, kebajikannya tetap selama-lamanya.
Akibat-akibat buruk bagi orang kaya,
mereka akan terus menerus berusaha untuk menjalankan roda ekonomi dan wajib
mendirikan gedung-gedung umum, selain itu orang-orang kaya cenderung untuk
makan dan minun secara berlebih-lebihan, sehingga bermacam-macam penyakit
mengendap dalam badan mereka.]
4. Kutipan-kutipan
yang khusus berbicara tentang pelayanan jemaat Kristen kepada orang-orang
miskin
1. Kesaksian
mengenai Jemaat di Roma. Sekitar tahun
165 SM di Roma sudah menjadi kebiasaan untuk berbuat baik kepada semua saudara
seiman, membantu banyak jemaat meringankan sengsara mereka yang kekurangan,
menyediakan tunjangan bagi saudara-saudara yang bekerja di pertambangan.
Memberikan penghiburan kepada sesama orang kristen.
2. Menolong
yang kekurangan di jemaat kartago. Sekali sebulan setiap orang mau memberikan
sumbangan tanpa paksaan. Pemberiaan itu dipakai untuk menolong dan memakamkan
orang miskin yang telah meninggal, menyantuni yatim-piatu, orang-orang tua dan
juga orang-orang yang terdampar. Juga menolong orang-orang yang kerja paksa di
pertambangan atau yang dibuang, disekap dalam penjara.
3. Pesan
kepada seorang Uskup pada waktu pentahbisannya. Uskup melaksanakan tugas
sebagai orangtua kepada anak-anak yatim piatu yang mengajarkan kejujuran,
seperti suami dalam merawat para janda-janda, membantu perkerja-pekerja supaya
bisa memperoleh pekerjaan, memberikan sedekah kepada yang tidak mampu,
menyediakan tempat tinggal bagi orang pendatang, mengunjungi orang yang sakit.
4. Jemaat
di Roma sekitar tahun 250 SM. Ribuan orang termasuk pelayan, janda dan orang
susah, hidup mereka ditopang oleh anugerah da kasih Allah. Jemaat yang dengan
jumlah besar ini malah bertumbuh dan melimpah.
5. Orang-orang
bukan Kristen mau meniru pelayanan misi Kristen
Melayani
orang pendatang dengan kasih., mengurus pemakaman-pemakaman orang meninggal,
mempraktekkan hidup suci, memelihara orang miskin.
Dari uraian diatas, kita dapat
menyimpulkan bahwa gereja mula-mula merupakan sarana untuk mewujudkan kerajaan
Allah di tengah-tengah dunia ini. Namun Kerajaan Allah itu bukan dalam wujud
kemewahan, kekuasaan dan kekayaan
duniawi. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi
soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Rom. 14:17).
Tuntutan yang utama bagi gereja sebagai pelaksana mandat pewujudan kerajaan
Allah adalah menghadirkan damai sejahtera (Syaloom) dan sukacita bagi seluruh
ciptaan, khususnya bagi mereka yang tertindas, menderita dan kekurangan. Dunia tempat Gereja mulai muncul adalah
kekaisaran Romawi. Romawi muncul sebagai suatu bangsa yang kuat. Luas
kekaisaran romawi pada saat itu mencakup dari selat Giblartar hingga ke daerah
sungat Efrat dan dari tanah Mesir hingga Inggris.[7]
Walaupun bangsa-bangsa tahlukan tunduk kepada pemerintah Roma secara politik,
akan tetapi hal tersebut tidak mencakup dibidang rohani. Pada masa kelahiran
Gereja, Palestina tahluk kepada pemerintahan Romawi. Bagian selatan Palestina
(Yudea) dikepalai oleh seorang wakil negeri Romawi seperti Pilatus, Festus, dan
feliks dan raja di bahagiam utara pada masa itu adalah herodes antipas.
Orang Yahudi diberikan kebebasan dalam menjalankan
agamanya oleh pemerintah Roma. Agama Yahudi dipimpin oleh majelis sanhedrin,
yang anggotanya terdiri dari imam-imam dan ahli-ahli Taurat, 70 orang
banyaknya, dan diketuai oleh seorang imam besar. Pusat agama Yahudi adalah Bait
Allah di Yerusalem, tetapi kebanyakan orang Yahudi tidak sempat berbakti ke
sana sehingga dalam tiap-tiap jemaat Yahudi di bangun rumah ibadah (Sinagoge).
Hari kelahiran Gereja mula-mula ialah hari turunnya
Roh Kudus pada pesta Pentakosta. Murid-murid dipenuhi oleh Roh Kudus, hal itu
membuat mereka bersaksi tentang kelepasan yang telah dijanjikan Tuhan kepada
dunia. Dimana orang menyambut injil dan percaya kepada Yesus Kristus, maka
terbentuklah jemaat-jemaat kecil.[8]
Keadaan awalnya tampak seperti suatu mazhab Yahudi saja, orang Kristus mula-mula
masih mengunjungi Bait Allah dan rumah ibadat serta taat kepada taurat Musa.
Pada masa Gereja mula-mula, tidak sedikit orang
Kristen yang dikaruniakan oleh Tuhan Karunia Roh atau Karunia Roh
Allah seperti karunia untuk menyembuhkan orang sakit, mengadakan mujizat,
bernubuat, dan karunia untuk berkata-kata dalam bahasa Roh.
Kemudian, timbul suatu perselisihan antara jemaat
mula-mula diantara orang kafir dengan jemaat induk di Yerusalem. Paulus
mengutus bahwa hanya iman kepada Yesus Kristus saja yang akan membawa orang
kepada keselamatan, sehingga orang kafir yang telah bertobat tidak perlu lagi
untuk melakukan Hukum Taurat seperti sunat. Banyak orang Kristen diantara kaum
Yahudi tidak setuju dengan pendapat itu. Kemudian diadakan suatu sidang
rasul-rasul di Yerusalem. Dalam sidang ini, masalah ini diperbincangkan dan
diperoleh kesepakatan untuk membebaskan orang kafir yang telah masuk Kristen
dari syarat-syarat Taurat, kecuali empat hal yang wajib diperhatikan seperti:
·
harus
menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala,
·
dari darah,
·
dari daging
binatang yang mati dicekik dan
·
dari
percabulan.
3.2.
Pada masa Kini
Gereja yang kita pahami sebagai tubuh Kristus pada
saat ini bersal dari berbagai aliran atau denominasi[9]
memiliki perbedaan pokok ajaran dari aliran tertentu. Kepelbagaian dan
perbedaan tersebut lahir dari sikap kritis dan semangat injli, untuk memelihara
kemurnian ajaran dan untuk mengefektifkan pemberitaan Firman Tuhan.
Sifat-sifat:
·
Gereja adalah persekutuan
dari orang percaya kepada Yesus Kristus di dunia ini, yang dipanggil,
dikumpulkan, dikuduskan, dan ditetapkan oleh Allah melalui Roh Kudus.
·
Gereja adalah
kudus. Gereja disebut kudus bukan karena kekudusan warganya, majelis atau
organisasi Gereja itu sendiri, akan tetapi karena kekudusan Kristus, Kepala
Gereja. Gereja menjadi kudus karena dikuduskan oleh Kristus dan Allah
memperhitungkan mereka sebagai orang kudus. Karena kekudusan Kristuslah Gereja
disebut sebagai umat yang kudus.
·
Gereja adalah am.
Gereja yang am, yaitu persekutuan semua orang yang kudus, yaitu mereka yang
mendapat bahagian dalam Yesus Kristus yang berasal dari setiap daerah atau
bangsa, marga, kaum, yang kaya, yang miskin, laki-laki dan perempuan, dan
segala bahasa (Wahyu 7:9, Gal 3:28, 1
Kor 11:7-12 ), dan yang mendapat bagian dalam pemberianNya yaitu Kabar Baik,
Roh Kudus, Iman, Kasih dan pengharapan.
·
Gereja di
dunia ini esa adanya, itulah tubuh Kristus. Karena itu, hanya Kristuslah dasar
keesaan karena keesaan bukanlah seperti kesatuan duniawi yang dimaksudkan di
sini. Yang dimaksudkan adalah keesaan kerohanian yang nyata di dalam kehidupan
iman, baptisan, pengharapan, hati yang saling mengerti, tolong-menolong, saling
mempercayai, saling mengasihi dan juga dalam semua kegiatan oikumenis (Ef.
4:4-6, 1 Kor. 12:20, Yoh. 17:20-21 ).
Dengan ajaran ini kita menentang dan menolak ajaran dan kesatuan tentang
kesatuan yang tidak di dasarkan kepada Yesus Kristus.
·
Tanda-tanda
Gereja yang benar adalah:
-
Jika kabar
baik yang dikotbahkan dan diajarkan dengan murni.
-
Jika sakramen
yang dua itu dilayankan dengan benar.
-
Jika hukum
pengembalaan dan siasat Gereja dijalankan dengan benar.
IV. Bentuk Liturgi Gereja Mula-Mula
4.1.
Posisi Kepemimpinan gereja Mula mula
4.2.
Liturgi Gereja Mula Mula
V.
Kesimpulan
[1] De Jonge,
Pembimbing ke dalam sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986),
hlm. 49
[2] M.E. Manton, Kamus Istilah
Teologi Inggris-Indonesia, (Malang: Gandum Mas, 1995), 92.
[3] Ibid
[4] James F. White, Pengantar
Ibadah Kristen, (Jakarta:
BPK-GM, 2002), 6-11
[5] Harun Hadiwijono, Iman Kristus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), hlm.
362
[6] G C. Van Niftrik, B.J Boland, Dogmatika
masa kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm. 359
[7] H. Berkhof, H. Enklaar, Sejarah Gereja,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hlm. 1
[8] Ibid, hlm 7
[9] Denominasi merupakan kepelbagaian dan perbedaan
dogma di dalam satu rumpun. Contohnya di dalam tubuh Gereja rumpun Protestan ada
terdapat Lutheran, Calvinis, Reformed, Presbyterian. Denominasi ini ditandai
dengan perbedaan dogma di dalam pokok-pokok teologis tertentu seperti tentang
Perjamuan Kudus.
A new casino can be a hit for online players - Dr.MCD
BalasHapusOnline 이천 출장마사지 casino 의왕 출장샵 has come a long 충청남도 출장샵 way since 순천 출장샵 its creation, when it launched 속초 출장안마 in 2000, it allowed the gambling industry to flourish.