Senin, 23 September 2013

Liturgi Gereja Mula-Mula



Liturgi Gereja Mula-Mula
I.  Pendahuluan
Pada dasarnya liturgi dipengaruhi oleh posisi kepemimpinan ketika liturgi itu berada, sebagaimana liturgi mula mula harus lah berbicara bagaimana proses kepemimpinan dan keberadaan kepemimpinan pada saat abad mula mula, dan jika berbicara  posisi kepemimpinan gereja pada mulanya hal ini bisa dilihat pusatnya pada jabatan rasul. Yesus mempersiapkan para rasul untuk menjalankan missi-Nya di dunia ini. Para rasul kemudian menjadi pemimpin dan gembala gereja dari hasil penginjilan mereka. Dalam perkembangan selanjutnya, para rasul itu tidak bekerja sendiri. Sebab, sejalan dengan pertumbuhan jemaat-jemaat Kristen, bertumbuh juga bermacam-macam jabatan dalam gereja, seperti nabi, evangelis, pengajar, diakon, penatua dan penilik atau uskup. Semua mereka berfungsi sebagai pemimpin dan pelayan, yang tidak bertindak sendiri-sendiri, melainkan dalam kebersamaan. Setelah zaman rasuli, yakni mulai abad ke dua Masehi sampai sekarang, bentuk pemerintahan gereja mengalami perkembangan sejalan dengan perubahan-perubahan sistem kepemimpinan dalam gereja. Beberapa bentuk pemerintahan gereja yang dikenal sampai sekarang, yakni mulai dari bentuk Episkopal, Papal, Presbyterial, Congregational dan Synodal

Selain itu berbicara liturgi mula mula dapat dilihat bagaimana proses setelah kenaikan Yesus ke Surga, Ia memberikan suatu perintah kepada para muridNya “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20).
Sejarah Gereja dimulai dengan didirikannya jemaat- jemaat yang pertama, yaitu sekitar tahun 30 hingga tahun 590. [1] Dalam periode ini Gereja mulai timbul dan berkembang. Jemaat yang berada dalam priode ini termasuk ke dalam kelompok Jemaat mula-mula yang kemudian dibahas oleh penulis. Namun untuk lebih jelas membahas tentang Liturgi gereja mula mula maka penulis membuat sistematika penulisan berikut ini.
I. Pendahuluan
II. Etimologi
       2.1. Liturgi
       2.2. Gereja
III. Peranan Gereja
       3.1 Pada Abad Mula-mula
       3.2. Pada masa Kini
IV.  Bentuk Liturgi Gereja Mula-Mula
       4.1.  Posisi Kepemimpinan gereja Mula mula
       4.2.  Liturgi Gereja Mula Mula
V. Kesimpulan

II. Etimologi
            2.1. Liturgi
Berbicara tentang liturgi, pada awalnya harus  lah pertama sekali membahas dari dasar istilahnya, istilah yang sering digunakan untuk ibadah adalah Liturgi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu leitourgoi yang terdiri dari dua kata yakni laos (bangsa, umat, rakyat) dan ergon (karya, pelayanan, tugas dan perbuatan). Kata leitourgia berarti melakukan suatu pekerjaan rakyat atau karya rakyat.[2] Dalam kebudayaan Yunani kuno, liturgi adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh rakyat kepada bangsanya yang dilakukan secara bakti atau dibaktikan. Namun sejak abad ke-4 sM, istilah liturgi mendapat arti teologis/kultis yang berati ibadah atau pelayanan. Jadi ibadah kepada Allah tidak hanya lewat nyanyian, pujian secara verbal, tetapi beribadah kepadaNya melalui pelayanan hidup kepadaNya.[3]
Biasanya istilah liturgia ini dipergunakan dalam pekerjaan umum.
Pengertian liturgia di Atena, ada yang menyangkut kepada beberapa tugas:
  1. Mengawasi pertandingan atletik yang disebut gumnasiarxia (γυμνασιαρχια)
  2. Mendririkan mezbah atau altar umum yang disebut Xoregia (χορηγια) yang digunakan umum menyampaikan kurban-kurban dari luar dan dalam kota.
  3. Mengurus perbekalan tiap-tiap kota yang disebut estiasis (εστιασις)
  4. Sebagai pemimpin utusan dari kotamadya yang disebut arxiateoria (αρχιαθεωρια)
  5. Dalam keagamaan membawa kurban kepada dewa-dewa yang disebut dengan Leiturgeo atau leiturgia.
Dalam Alkitab kata leiturgia dipergunakan ada sekitar 100 kali, misalnya: Kel 28:15. Aron berbakti pada Allah, sebagai tugas keimaman untuk melayani Allah. Kel 28-39: Liturgi dalam kebaktian kudus.
            Dalam pemakaian liturgi untuk orang kafir, terdapat pada Hes 44:12 yang diartikan dengan berhikmah melayani (Marhalado) dari kata Hal- berjaga. Dari segi teologi Liturgi adalah mengumpulkan persekutuan umat Tuhan berjumpa dengan Tuhan yang di percayainya. Dimana Allah yang dipercayainya hadir dalam kebaktian tersebut yang disebut dengan kebaktian Imanen. Allah yang dipercayai bersekutu dengan umat yag beribadah yang disebut secara transparan (Rom 8:30-31, Titus 3:6-7). Bentuk liturgi dalam Alkitab dalampekerjaan orang lewi yang berbakti untuk pekerjaan Allah, berbakti dengan hikmat dan teratur untuk persembahan pada Allah Kel 28:35. orang lewi yang melayani Allah dengan memakai baju Efod terutama dalam kebaktian berbakti pada Allah. Istilah liturgi itu dapat kita temukan dalam kitab :Kel 28-29, Bilangan, Tawarikh 1 dan 2, Hes 40-46. Dalam bentuk kata benda disebut dengan Ministry-melayani berhikmat dalam pelayanan kultus atau kebaktian. Kata-kata itu selalu berulang-ulang dalam pelayanan jemaat. Dalam pengistilahan ditengah-tengah orang Yahudi dengan memakai kata Ebed yang berasal dari kata Abodah. Ada kita dapati 40 kali dalam kultus pelayanan Yahweh dalam tugas keimamam yang disebut dengan Ekeikal Liturgi yang bertugas dalam Mezbah, melayani secara umum sehingga abodah yangdilakukan perseorangan yang dapat dilakukan kaum Awam, bukan hanya imam. Pelayanan kepada Yahweh secara hikmah juga kepada dewa-dewa. Kata Ebed Yahweh atau abodah membuat Istilah  tugas untuk umum, membawakan kepada Allah.


Selain itu ada beberapa defenisi tentang ibadah atau liturgi menurut beberapa teolog Kristen:[4] Menurut Prof. Paul W. Hoon bahwa ibadah itu terikat secara langsung pada peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa dalam ibadah terikat secara langsung pada waktu dan sejarah sambil menjembatani mereka dan membawa mereka ke dalam kehidupan masa kini. Inti ibadah adalah Allah sedang bertindak untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan membawa manusia mengambil bagian dalam kehidupan itu. Jadi semua gerak hidup Kristen adalah bagian dari ibadah. Ibadah Kristen adalah “penyataan dan “tanggapan”. Di tengah keduanya adalah Yesus Kristus yang menyingkapkan Allah kepada kita dan melalui siapa kita membuat tanggapan kita. Ibadah menjadi suatu hubungan timbal-balik: Allah mengambil inisyatif dalam mencari manusia melalui Yesus Kristus dan manusia menjawabnya melalui Yesus Kristus dengan menggunakan emosi, kata-kata dan bermacam-macam perbuatan atau tindakan.
Menurut Peter Brunner seorang teolog Lutheran bahwa ibadah adalah pelayanan Allah kepada manusia dan pelayanan manusia di kepada Allah. Dalam hal ini Allah-lah yang berinisyatif dalam keduanya, pemberian Allah mengundang penyembahan manusia kepada Allah. Pemberian diri Allah terjadi dalam peristiwa-peristiwa sejarah dan dalam realitas-realitas masa kini. Jadi tidak ada yang terjadi dalam ibadah kecuali bahwa Tuhan kita yang pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui firmanNya yang kudus dan bahwa kita, pada gilirannya, berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian pujian sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus.
Menurut Prof. Jean-Jacques von Allmen bahwa ibadah adalah epifani (penampakan diri) gereja yang karena menyimpulkan sejarah keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya esensial. Gereja mendapatkan identitas dirinya dalam ibadah karena hakikatnya yang riil dijadikan nyata dan gereja dituntun untuk mengakui keberadaannya sendiri yang sebenarnya. Ibadah menjadi suatu pertanda adanya penghakiman dan pengharapan yang semuanya terletak di tangan Allah. Jadi ibadah mengandung tiga dimensi: rekapitulasi (pengulangan), epifani (penampakan diri) dan penghakiman.
Evelyn Underhill mengatakan bahwa ibadah dalam semua derajat dan jenisnya adalah tanggapan dari ciptaan kepada Yang Abadi. Upacara melalui mana semua ibadah diekspresikan muncul sebagai suatu emosi keagamaan yang khas. Ibadah dikarakteristikkan oleh konsep dari orang yang beribadah itu tentang Allah dan hubungannya dengan Allah. Ibadah Kristen adalah khas oleh keberadaannya yang selalu dikondisikan oleh kepercayaan Kristen dan khususnya kepercayaan tentang hakikat dan tindakan Allah. Ibadah Kristen merupakan “tindakan supernatural, kehidupan supernatural yang melibatkan tanggapan khas terhadap penyataan yang khas.” Ibadah Kristen mempunyai ciri khas yang konkret karena dia ada hanya melalui gerakan dari Allah yang kekal itu ke arah ciptaanNya, bahwa perangsang diberikan kepada ibadah manusia yang terdalam dan daya tarik dibuat untuk kasih pengorbanannya. Doa dan perbuatan adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mejawab sapaan firman Allah.
George Florovsky mengatakan bahwa ibadah Kristen merupakan jawaban mansuia terhadap panggilan ilahi terhadap tindakan-tindakan yang penuh kuasa Allah yang berpuncak dalam tindakan pendamaian dalam Kristus. Keberadaan Kristen adalah secara esensial bersifat persekutuan, menjadi orang Kristen berarti masuk dalam komunitas di dalam gereja. Dalam komunitas ini Allah aktif dalam ibadah sama seperti mereka yang beribadah itu sendiri. Ibadah Kristen utamanya dan secara esensial adalah kegiatan puji-pujian dan penyembahan yang juga mengimplikasikan pengakuan penuh syukur atas kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan kasihNya yang menebus manusia.
Menurut Nikos A. Nissiotis bahwa ibadah pertama-tama bukanlah inisyatif manusia melainkan tindakan perdamaian Allah dalam Kristus melalui RohNya. Oleh kekuatan Roh Kudus gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan ibadah yang mempunyai suka cita, sebagai tindakan dari Allah dan yang ditujukan kepada Allah sendiri.
Menurut Irenius bahwa kemuliaan Allah adalah kehidupan manusia yang penuh. Tidak ada sesuatu pun yang memuliakan Allah selain dari seorang manusia yang dijadikan kudus, tidak ada sesuatu pun yang mungkin membuat seseorang menjadi kudus selain dari keinginan untuk memuliakan Allah. Kemuliaan Allah dan pengudusan manusia keduanya memberikan karakterisasi pada ibadah Kristen.  Dari beberapa defenisi di atas dapat dikatakan bahwa ibadah adalah tindakan Allah sendiri, Allah-lah yang mengambil inisyatif pertama kemudian manusia menyambutnya atau merespons tindakan Allah tersebut melalui upacara atau perayaan baik secara personal maupun secara komunal.



2.2.  Gereja
Kata Gereja berasal dari kara Portugis igreya, yang sama maknanya dengan kata kriyake yang berarti yang menjadi milik Tuhan.[5]  Yang dimaksud dengan milik Tuhan adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai juru selamatnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa Gereja merupakan persekutuan dari orang yang beriman.
Kata kriyake sebagai sebutan untuk persekutuan dari orang yang menjadi milik Tuhan. Istilah ini belum terdapat di dalam Perjanjian Baru. Istilah ini baru dipakai pada zaman sesudah para rasul,  yaitu sebagai sebutan bagi Gereja dalam segala peraturannya. Di dalam Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk menyebutkan persekutuan dari orang-orang yang beriman adalah ekklesia, yang berarti rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil dan dikumpulkan.
Istilah umat Allah sendiri sudah ada sebelumnya di dalam Perjanjian Lama. Dalam Ulangan 7:6 disebutkan bahwa Israel adalah umat kudus bagi TUHAN. Umat Allah yang kudus ini di PL disebut sebagai Jemaah TUHAN (Qahal Yahweh yang di dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan ekklesia). Di dalam PL ditekankan bahwa Allah sendiri yang telah memanggil Israel untuk menjadi umatNya (Yes 41:9).
Gereja sendiri bukan merupakan suatu organisasi orang-orang yang mau mendirikan suatu perkumpulan untuk suatu tujuan tertentu, melainkan orang-orang tersebut telah dipanggil untuk bersatu dan berkumpul oleh Allah sendiri.[6]

III.  Peranan Gereja
3.1 Pada Abad Mula-mula
Gereja yang ada sekarang merupakan warisan dari gereja yang pertama yang didirikan oleh para rasul dan bapa-bapa gereja. Warisan dari gereja mula-mula yang khas adalah keterlibatannya dalam kehidupan sosial. Pola hidup gereja mula-mula mencerminkan sikap gereja Kristus yang tanggap bukan hanya dalam urusan dogma atau ajaran, namun juga sikap atau respon terhadap masalah sosial yang dihadapi.
            Rumusan pemikiran-pemikiran mengenai sikap gereja mula-mula terhadap masalah sosial akan diuraikan dibawah ini.
1.      Gereja Sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Dan Jasmani.
       Seorang Kristen di Roma yang bernama Hermas (sekitar 150 SM) menuliskan pemahamannya mengenai hakikat gereja sebagai persekutuan orang percaya dari dua sisi. Di satu sisi, gereja berusaha menguatkan iman jemaat agar tidak goyah dan tetap bertahan. Gereja mengajarkan agar jemaat tidak hanya berfokus pada tuntutan-tuntutan jasmani, melainkan kepada hal-hal yang kekal dan akan diperoleh pada masa yang akan datang. Disisi lain, gereja tidak bisa hanya berfokus pada dogma atau ajaran tersebut. Gereja juga harus melihat realitas sosial disekitarnya. Tugas gereja adalah untuk memiliki jiwa-jiwa orang yang sengsara, mengunjungi para janda serta anak yatim piatu.
      Gereja merupakan sarana dalam menyuarakan kepada jemaat agar mempergunakan segala kekayaan demi pelayanan dan pewujudan kerajaan Allah. Untuk tujuan itulah sebenarnya Tuhan membuat seseorang kaya. Gereja tidak boleh menyelewengkan atau menyentuh milik orang lain. Pekerjaan pelayanan harus didasarkan pada kerelaan karena anugerah yang telah diberikan oleh Allah.
      Gereja adalah alat untuk menopang orang-orang kaya namun miskin dalam berhubungan dengan Tuhan. Kekayaannya telah membuat lupa akan banyak hal yang mendasari kehidupannya, yaitu hidup beribadah dan berdoa, karena perhatiannya terarah kepada kekayaannya.
      Gereja (jemaat yang berlatarbelakang miskin) dapat menopang kehidupan orang kaya yang miskin spritual dengan mendoakannya dengan sungguh-sungguh. Karena kuasa doa yang sangat besar ini akan mendorong si kaya untuk membantu si miskin tanpa ragu-ragu. Setiap kali orang kaya memberikan hartanya kepada yang miskin, si miskin selalu bersyukur kepada Tuhan dan mendoakan orang kaya itu, dengan demikian orang kaya akan terus menerus bersemangat dan menaruh minat kepada si miskin sehingga kebutuhan si miskin terus menerus disediakan. Dalam hal inilah kedua belah pihak saling melengkapi. Si miskin menjalankan doa syafaat sebagai perkerjaan yang merupakan kekayaanya yang diterima dari Tuhan. Begitu pula si kaya memberikan kepada si miskin kekayaan yang diterima dari Tuhan.
                             
2.      Sikap Gereja Mengenai Orang Kaya dan Kekayaan
            Pada hakikatnya gereja mula-mula tidak memandang negatif orang kaya dan kekayaan. Kekayaan berfaedah bagi manusia dan disedikan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Yang menjadi permasalahan adalah banyak orang yang menyala gunakan harta kekayaan. Sering kali kekayaan digunakan untuk maksud yang jahat dan merugikan orang lain. Oleh karena itu jemaat harus meninggalkan harta milik yang membahayakan, tetapi bukan harta yang dapat digunakan untuk melayani.
            Clemens menguraikan beberapa pokok pikiran mengenai orang kaya dan kekayaan, yaitu:
a.       Orang kaya yang diselamatkan adalah yang mampu menempatkan kekayaannya demi pelayanan kepada orang yang kekurangan. Orang kaya yang selamat itu adalah yang menangani kekayaannya dengan bijaksana, sederhana dan bermanfaat, kemudian membuang apa yang merugikan. Orang yang benar-benar kaya adalah orang yang kaya dalam kebajikan. Yesus tidak pernah meniadakan kemungkinan bagi orang kaya untuk masuk dalam kerajaan karena kekayaannya. Yang ditekankan adalah kesediaan dan kesanggupan untuk menempuh kehidupan yang taat kepada perintah-perintah Allah (bnd. Matius 19:16-26).
b.      Gereja harus melawan kecintaan yang berlebihan akan perhiasan dan barang emas. Perhiasan yang suci adalah Firman Allah yang disebut oleh Alkitab sebagai sebutir mutiara (bnd. Mat. 13:45). Firman Allah yang memiliki otoritas (kuasa) menciptakan segala sesuatu diberikan kepada semua orang agar menjadi milik semua orang. Bukan diberikan agar orang kaya memperoleh bagian yang paling besar. Sangat mengerikan jika seorang hidup dalam kemewahan sementara bayak orang yang hidup dalam kekurangan. Lebih mulia menghabiskan uang bagi manusia dari pada untuk membeli perhiasan-perhiasan emas. Lebih berguna mendapatkan banyak sahabat sebagai perhiasan dari pada barang-barang yang mati.
c.       Hanya orang-orang yang memiliki apa yang paling bernilai yang sungguh-sungguh kaya. Apa yang paling bernilai itu bukan dalam bentuk emas, permata atau kecantikan seseorang, melainkan “kebajikan”, yaitu Firman Allah yang diberikan untuk dipraktekkan. Firman itulah kekayaan yang tidak ternilai harganya. Sebagaimana yang disaksikan oleh pengamsal dalam Amsal 8:10-11 “Terimalah didikanku, lebih dari pada perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan. Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya.
            Cyrillus dari Yerusalem juga melihat kekayaan sebagai hal yang positif. Harta, emas juga perak bukanlah seperti yang dinilai oleh orang, berasal dari iblis. Jadi cukuplah memakai kekayaan itu dengan baik. Jangan ada kesalahan yang didapati pada pemakaian uang. Seseroang memang dapat dibenarkan dari uang ‘pada waktu Aku lapar kau memberi Aku makan  ( Mat 25:35), makanan itu sudah tentu dibeli dengan uang. ‘pada waktu Aku telanjang, kamu memberikan Aku pakaian ( Mat 25:36)’ itu juga dibeli dengan uang.
            Perlu juga diketahui bahwa uang dapat menjadi sebuah pintu masuk ke dalam surga.  Yesus menyarankan “juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang miskin, maka kau akan beroleh harta disurga”. Hal ini ditegaskan agar manusia jangan menjadi budak uang,  juga tidak memberlakukan uang sebagai musuh, sebab apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita, adalah untuk dipakai.

3.      Jangan Menyesali Kemiskinan, Namun Menyesallah Karena Telah Berdosa
            Chrysostomus (354-407) merumuskan ajarannya mengenai relitas hidup agar jemaat memiliki pemahaman yang jelas mengenai makna kehidupan orang Kristen. Ia  mendidik jemaatnya supaya belajar mengamalkan Iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari, mengajak penduduk agar bertobat dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk sisa kekafiran.
            Dia tidak menolak kekayaan, yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang memakai kekayaan secara jahat. Bukan perangai orang kaya yang diserang melainkan perangai orang yang tamak. Disini terdapat perbedaan yang jelas dengan tidak mencampurbaurkan dua hal yang jelas berbeda yakni seorang yang kaya dan yang miskin. Orang yang memiliki kekayaan hendaknya menikmatinya, jangan merampas milik orang lain. Orang kaya adalah anak-anak Tuhan dan yang miskin juga adalah anak-anak Tuhan.
            Janganlah menangis sebab kemiskinan merupakan ibu dari kesehatan, sebaliknya muliakanlah kemiskinan itu karena bukanlah memiliki uang melainkan ketidakinginan untuk memilikinya. Itulah kemewahan yang benar. Bila kita mencapai taraf itu, kita akan lebih kaya daripada semua orang kaya, sekaligus mendapatkan hal-hal yang baik yang akan datang. Janganlah pendam kekayaan yang kebanyakan akan menghianati orang yang meramahi kekayaan itu, tetapi serahkanlah kepada tangan orang miskin karena kekayaan adalah binatang buas. Ia yang membagi-bagikan dan memberikannya kepada orang miskin, kebajikannya tetap selama-lamanya.
            Akibat-akibat buruk bagi orang kaya, mereka akan terus menerus berusaha untuk menjalankan roda ekonomi dan wajib mendirikan gedung-gedung umum, selain itu orang-orang kaya cenderung untuk makan dan minun secara berlebih-lebihan, sehingga bermacam-macam penyakit mengendap dalam badan mereka.]

4.      Kutipan-kutipan yang khusus berbicara tentang pelayanan jemaat Kristen kepada orang-orang miskin
1.      Kesaksian mengenai Jemaat di Roma.   Sekitar tahun 165 SM di Roma sudah menjadi kebiasaan untuk berbuat baik kepada semua saudara seiman, membantu banyak jemaat meringankan sengsara mereka yang kekurangan, menyediakan tunjangan bagi saudara-saudara yang bekerja di pertambangan. Memberikan penghiburan kepada sesama orang kristen.
2.      Menolong yang kekurangan di jemaat kartago. Sekali sebulan setiap orang mau memberikan sumbangan tanpa paksaan. Pemberiaan itu dipakai untuk menolong dan memakamkan orang miskin yang telah meninggal, menyantuni yatim-piatu, orang-orang tua dan juga orang-orang yang terdampar. Juga menolong orang-orang yang kerja paksa di pertambangan atau yang dibuang, disekap dalam penjara.
3.      Pesan kepada seorang Uskup pada waktu pentahbisannya. Uskup melaksanakan tugas sebagai orangtua kepada anak-anak yatim piatu yang mengajarkan kejujuran, seperti suami dalam merawat para janda-janda, membantu perkerja-pekerja supaya bisa memperoleh pekerjaan, memberikan sedekah kepada yang tidak mampu, menyediakan tempat tinggal bagi orang pendatang, mengunjungi orang yang sakit.
4.      Jemaat di Roma sekitar tahun 250 SM. Ribuan orang termasuk pelayan, janda dan orang susah, hidup mereka ditopang oleh anugerah da kasih Allah. Jemaat yang dengan jumlah besar ini malah bertumbuh dan melimpah.
5.      Orang-orang bukan Kristen mau meniru pelayanan misi Kristen
Melayani orang pendatang dengan kasih., mengurus pemakaman-pemakaman orang meninggal, mempraktekkan hidup suci, memelihara orang miskin.
            Dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa gereja mula-mula merupakan sarana untuk mewujudkan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini. Namun Kerajaan Allah itu bukan dalam wujud kemewahan, kekuasaan dan kekayaan  duniawi. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Rom. 14:17). Tuntutan yang utama bagi gereja sebagai pelaksana mandat pewujudan kerajaan Allah adalah menghadirkan damai sejahtera (Syaloom) dan sukacita bagi seluruh ciptaan, khususnya bagi mereka yang tertindas, menderita dan kekurangan. Dunia tempat Gereja mulai muncul adalah kekaisaran Romawi. Romawi muncul sebagai suatu bangsa yang kuat. Luas kekaisaran romawi pada saat itu mencakup dari selat Giblartar hingga ke daerah sungat Efrat dan dari tanah Mesir hingga Inggris.[7] Walaupun bangsa-bangsa tahlukan tunduk kepada pemerintah Roma secara politik, akan tetapi hal tersebut tidak mencakup dibidang rohani. Pada masa kelahiran Gereja, Palestina tahluk kepada pemerintahan Romawi. Bagian selatan Palestina (Yudea) dikepalai oleh seorang wakil negeri Romawi seperti Pilatus, Festus, dan feliks dan raja di bahagiam utara pada masa itu adalah herodes antipas.
Orang Yahudi diberikan kebebasan dalam menjalankan agamanya oleh pemerintah Roma. Agama Yahudi dipimpin oleh majelis sanhedrin, yang anggotanya terdiri dari imam-imam dan ahli-ahli Taurat, 70 orang banyaknya, dan diketuai oleh seorang imam besar. Pusat agama Yahudi adalah Bait Allah di Yerusalem, tetapi kebanyakan orang Yahudi tidak sempat berbakti ke sana sehingga dalam tiap-tiap jemaat Yahudi di bangun rumah ibadah (Sinagoge).
Hari kelahiran Gereja mula-mula ialah hari turunnya Roh Kudus pada pesta Pentakosta. Murid-murid dipenuhi oleh Roh Kudus, hal itu membuat mereka bersaksi tentang kelepasan yang telah dijanjikan Tuhan kepada dunia. Dimana orang menyambut injil dan percaya kepada Yesus Kristus, maka terbentuklah jemaat-jemaat kecil.[8] Keadaan awalnya tampak seperti suatu mazhab Yahudi saja, orang Kristus mula-mula masih mengunjungi Bait Allah dan rumah ibadat serta taat kepada taurat Musa.
Pada masa Gereja mula-mula, tidak sedikit orang Kristen yang dikaruniakan oleh Tuhan Karunia Roh atau Karunia Roh Allah seperti karunia untuk menyembuhkan orang sakit, mengadakan mujizat, bernubuat, dan karunia untuk berkata-kata dalam bahasa Roh.
Kemudian, timbul suatu perselisihan antara jemaat mula-mula diantara orang kafir dengan jemaat induk di Yerusalem. Paulus mengutus bahwa hanya iman kepada Yesus Kristus saja yang akan membawa orang kepada keselamatan, sehingga orang kafir yang telah bertobat tidak perlu lagi untuk melakukan Hukum Taurat seperti sunat. Banyak orang Kristen diantara kaum Yahudi tidak setuju dengan pendapat itu. Kemudian diadakan suatu sidang rasul-rasul di Yerusalem. Dalam sidang ini, masalah ini diperbincangkan dan diperoleh kesepakatan untuk membebaskan orang kafir yang telah masuk Kristen dari syarat-syarat Taurat, kecuali empat hal yang wajib diperhatikan seperti:
·        harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala,
·        dari darah,
·        dari daging binatang yang mati dicekik dan
·        dari percabulan.

3.2. Pada masa Kini
Gereja yang kita pahami sebagai tubuh Kristus pada saat ini bersal dari berbagai aliran atau denominasi[9] memiliki perbedaan pokok ajaran dari aliran tertentu. Kepelbagaian dan perbedaan tersebut lahir dari sikap kritis dan semangat injli, untuk memelihara kemurnian ajaran dan untuk mengefektifkan pemberitaan Firman Tuhan.
Sifat-sifat:
·        Gereja adalah persekutuan dari orang percaya kepada Yesus Kristus di dunia ini, yang dipanggil, dikumpulkan, dikuduskan, dan ditetapkan oleh Allah melalui Roh Kudus.
·        Gereja adalah kudus. Gereja disebut kudus bukan karena kekudusan warganya, majelis atau organisasi Gereja itu sendiri, akan tetapi karena kekudusan Kristus, Kepala Gereja. Gereja menjadi kudus karena dikuduskan oleh Kristus dan Allah memperhitungkan mereka sebagai orang kudus. Karena kekudusan Kristuslah Gereja disebut sebagai umat yang kudus.
·        Gereja adalah am. Gereja yang am, yaitu persekutuan semua orang yang kudus, yaitu mereka yang mendapat bahagian dalam Yesus Kristus yang berasal dari setiap daerah atau bangsa, marga, kaum, yang kaya, yang miskin, laki-laki dan perempuan, dan segala bahasa (Wahyu 7:9, Gal 3:28,  1 Kor 11:7-12 ), dan yang mendapat bagian dalam pemberianNya yaitu Kabar Baik, Roh Kudus, Iman, Kasih dan pengharapan.
·        Gereja di dunia ini esa adanya, itulah tubuh Kristus. Karena itu, hanya Kristuslah dasar keesaan karena keesaan bukanlah seperti kesatuan duniawi yang dimaksudkan di sini. Yang dimaksudkan adalah keesaan kerohanian yang nyata di dalam kehidupan iman, baptisan, pengharapan, hati yang saling mengerti, tolong-menolong, saling mempercayai, saling mengasihi dan juga dalam semua kegiatan oikumenis (Ef. 4:4-6,  1 Kor. 12:20, Yoh. 17:20-21 ). Dengan ajaran ini kita menentang dan menolak ajaran dan kesatuan tentang kesatuan yang tidak di dasarkan kepada Yesus Kristus.
·        Tanda-tanda Gereja yang benar adalah:
-          Jika kabar baik yang dikotbahkan dan diajarkan dengan murni.
-          Jika sakramen yang dua itu dilayankan dengan benar.
-          Jika hukum pengembalaan dan siasat Gereja dijalankan dengan benar.

IV.  Bentuk Liturgi Gereja Mula-Mula
       4.1.  Posisi Kepemimpinan gereja Mula mula

       4.2.  Liturgi Gereja Mula Mula
V. Kesimpulan




[1]  De Jonge, Pembimbing ke dalam sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hlm. 49
[2] M.E. Manton, Kamus Istilah Teologi Inggris-Indonesia, (Malang: Gandum Mas, 1995), 92.
[3] Ibid
[4] James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 6-11
[5] Harun Hadiwijono, Iman Kristus,  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), hlm. 362 
[6] G C. Van Niftrik, B.J Boland, Dogmatika masa kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm. 359
[7] H. Berkhof, H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hlm. 1
[8] Ibid,  hlm 7
[9] Denominasi merupakan kepelbagaian dan perbedaan dogma di dalam satu rumpun. Contohnya di dalam tubuh Gereja rumpun Protestan ada terdapat Lutheran, Calvinis, Reformed, Presbyterian. Denominasi ini ditandai dengan perbedaan dogma di dalam pokok-pokok teologis tertentu seperti tentang Perjamuan Kudus.

1 komentar:

  1. A new casino can be a hit for online players - Dr.MCD
    Online 이천 출장마사지 casino 의왕 출장샵 has come a long 충청남도 출장샵 way since 순천 출장샵 its creation, when it launched 속초 출장안마 in 2000, it allowed the gambling industry to flourish.

    BalasHapus